ISLAM DIINUL WASATHON (AGAMA PERTENGAHAN)

MasjidOleh : Abu Akmal Mubarok

Islam ini adalah diin yang bersifat universal, tidak hanya manusia saja bahkan alam semesta ini pada dasarnya tunduk patuh kepada Allah. Demikian pula Islam adalah diin para Nabi, tidak hanya Nabi Muhammad saja melainkan dari semenjak Adam hingga Nabi Muhammad S.A.W.

Namun seringkali orang menyalahpahami Islam ini sebagai sebuah agama yang sempit, tidak toleran dan ekstrim, sehingga muncullah pemikiran-pemikiran untuk melontarkan gagasan Islam liberal, Islam moderat dan lain sebagainya.

Anggapan demikian terjadi mungkin karena orang tersebut belum mengenal watak dan sifat Islam itu sendiri. Atau bisa jadi dia berjumpa dengan pemahaman Islam yang keliru atau mungkin Islam itu sendiri belum dilaksanakan secara menyeluruh sehingga terasa janggal sebagaimana telah dibahas dalam tulisan terdahulu.

Untuk itulah kita harus lebih mengenal watak dan sifat dari diinul Islam itu sendiri. Apabila kita tidak mengenalnya maka kesalahpahaman itu bisa terjadi.

ISLAM BERWATAK MODERAT

Orang-orang yang  mencoba mengatakan memiliki pemikiran Islam moderat sebenarnya tidak perlu berbuat demikian, karena Islam itu sendiri dari asalnya telah bersifat moderat atau pertengahan sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah :

“Dan demikianlah Kami jadikan kamu umat yang pertengahan (wasathon) agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kamu…(s/d akhir ayat)” (Q.S. Al-Baqarah : 143)

Sungguh sebagai sang pencipta, Allah sangat mengetahui sifat dan watak makhluqNya, karena Dia sendirilah yang menetapkan sifat-sifat makhluq ciptaanNya. Untuk itu apabila Allah telah menurunkan diin Islam ini sebagai petunjuk hidup bagi manusia, tentunya sifat dan watak dari diin Islam itu sendiri telah disesuaikan dengan watak dan sifat manusia itu sendiri. Jadi tidak mungkin tidak cocok.

Untuk itu dibuatlah sifat dari diin ini bersifat moderat atau pertengahan, karena Allah hendak menjadikan diin ini mudah bagi manusia.

Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk mu dalam diin ini suatu kesempitan

(Q.S. Al-Hajj :78)

Allah mengetahui jika diin ini bersifat berat dan ekstrim, manusia akan lari karena tidak akan mampu melaksanakannya karena manusia diciptakan berwatak lemah.

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan dalam keadaan lemah” (Q.S. An-Nisaa’ : 28)

PERTENGAHAN DALAM EKONOMI

Dari sejak awalnya, diin ini telah diciptakan dengan bersifat moderat atau pertengahan. Salah satu contohnya adalah dalam hal kepemilikan. Paham kapitalis sangat menghargai hak kepemilikan individu yang diperolehnya secara sah, sehingga tidak ada satupun yang bisa memaksanya untuk memberikannya kepada orang lain kecuali pajak. Di sisi lain, paham sosialis sedikit sekali menghargai hak individu dan meletakkan sebagian besar kepemilikan sebagai hak kolektif atau hak negara.

Teori kapitalisme menyatakan bahwa individu bebas bersaing untuk memperoleh harta kekayaan dengan usahanya sendiri. Dalam persaingan ini, maka yang lebih pandai, yang lebih cerdik akan lebih berhasil dalam bisnis dan oleh karenanya akan lebih kaya. Sedangkan yang kurang cerdik, kurang sigap dalam bisnis akan kalah dalam persaingan dan oleh karenanya akan menjadi miskin. Si kaya tidak dapat disalahkan karena kekayaannya diperoleh dari hasil jerih payahnya. Sedangkan kemiskinan disalahkan karena dianggap sebagai akibat dari kurangnya keterampilan dan kemalasan.

Dalam Kapitalisme, seseorang dapat memperoleh kekayaan dengan cara apa saja termasuk dengan membungakan uang atau riba. Orang yang memiliki banyak uang, dapat mengembangkan hartanya dan memperoleh uang lebih banyak lagi dengan cara meminjamkannya kepada orang lain dengan menetapkan jumlah pengembalian yang telah dipastikan. Sang pemberi pinjaman tidak mau tahu apapun kejadian yang menimpa orang yang meminjam, melainkan ia menuntut haknya atas uang yang dipinjamkannya. Dengan cara demikian si kaya akan semakin kaya dan si miskin akan semakin miskin. Jurang pemisah antara kaya dan miskin akan semakin lebar.

Sebaliknya dalam sosialisme, yang kemudian berkembang dalam bentuk yang sangat ekstrim menjadi komunisme, hak individu sangat dibatasi dan sebaliknya kepemilikan diatur secara komunal atau kolektif. Alasannya untuk mencegah timbulnya segolongan orang menjadi sangat kaya sementara sebagian lainnya sangat miskin. Sosialisme seolah-olah tampil sebagai dewa penolong yang menjembatani perbedaan antara si kaya dan si miskin.

Namun cara yang diambil paham sosialis komunis ini sangat ekstrimnya. Alat-alat produksi diambil dan dikuasai oleh negara. Dengan cara demikian individu tidak diperkenankan memiliki dan menguasai alat produksi sendiri untuk menghasilkan nafkahnya sendiri. Demikian pula kemudian, pembagian pendapatan dari hasil produksi tersebut juga diatur oleh negara. Masyarakat dibayar berupa kupon yang dapat ditukarkan makanan dan barang kebutuhan hidup sehari-hari di koperasi.

Abul A’la Maududi, seorang ulama dari Pakistan menilai bahwa cara yang ditempuh komunis sama buruknya dengan penyakit yang hendak disembuhkan yaitu penyakit kapitalisme tadi. Kaum komunis menghapuskan sama sekali para konglomerat dan pemilik modal yang besar namun mereka menggantikannya dengan pemilik modal yang jauh lebih besar yaitu partai, penguasa dan negara. Mereka lupa bahwa partai, penguasa dan negara pun bisa korup dan otoriter. Komunisme hanya memindahkan ketamakan dan keserakahan dari tangan pemilik modal ke tangan  partai atau negara. Tetap saja si miskin akan terinjak-injak dan menderita.

Sebagaimana kapitalisme, Islam sangat menghormati hak individu untuk berusaha dan mencari kekayaan. Namun Islam melarang menghalalkan segala cara. Penimbunan barang, mempermainkan harga pasar, menjual barang yang cacat dan berbagai macam cara bisnis yang curang sangat dilarang dalam Islam.

Islam juga melarang orang memperoleh tambahan harta tanpa usaha dan tanpa menanggung resiko. Oleh karena itu riba dilarang karena riba membuka peluang mengambil keuntungan di atas kesialan orang lain. Islam juga melarang bisnis yang bersifat untung-untungan dan dugaan, sehingga judi dilarang, perdagangan valas dan forward juga dilarang.

Tidak seperti kapitalisme, dimana si kaya dibenarkan tidak peduli terhadap si miskin. Islam mengharuskan orang untuk mengeluarkan zakat, bersedekah dan memelihara anak yatim. Islam mengharuskan orang untuk membelanjakan hartanya. Jadi orang yang banyak uang harus berbelanja dan tidak boleh menahan hartanya dari berbelanja. Bahkan Islam sangat mengecam orang yang tidur kenyang sementara tetangganya kelaparan. Ini semua dalam rangka agar harta tidak tertumpuk pada satu golongan saja sementara golongan yang lain kekurangan harta.

“Dan agar harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”

(Q.S. 59 : 7)

Demikian pula Islam tidak mengikuti jejak sosialisme yang mengontrol secara ketat alat-alat produksi oleh negara. Islam membolehkan masing-masing orang memiliki alat produksi dan menghasilkan harta dari prestasinya masing-masing.  Sedangkan negara dan penguasa justru dicegah untuk memonopoli alat produksi dan kekayaan secara tidak terbatas.

Tidak seperti fasisme yang memandang orang jompo dan cacat sebagai beban negara sehingga harus dilenyapkan, dalam Islam orang-orang yang tidak mampu dan cacat akan dipelihara oleh negara.

PERTENGAHAN DALAM SEKSUAL

Dalam kurun sejarah manusia, wanita selalu dianggap rendah dan pembawa bencana. Dalam Hinduisme wanita dianggap sebagai setan. Dalam kepercayaan Yunani kuno diceritakan tentang perempuan pertama yang diciptakan oleh Dewa Zeus yang bernama Pandora. Perempuan ini membawa kotak yang berisi semua jenis kejahatan dan kesengsaraan. Kisah ini hampir mirip dengan kisah Hawa dalam Bible yang dianggap menjerumuskan Adam dalam dosa. Romawi wanita dianggap sebagai harta dan bebas diperjualbelikan bahkan diwariskan, sementara mereka tidak memiliki hak politik

Dalam banyak paham di dunia ini, wanita dianggap dekat dengan hawa nafsu sehingga menjauhkan kita dari kesucian. Oleh karena itu bila kita hendak mensucikan diri, maka kita harus menjauhkan diri dari wanita. Maka pendeta-pendeta dalam kepercayaan Timur seperti Konghucu, Shinto, Hinduisme dan Budhisme melakukan praktek selibat (tidak kawin, membujang) sebagai jalan untuk mencapai kesucian. Hal ini diikuti oleh rahib-rahib Yahudi dan pendeta Kristiani.

Di sisi yang lain kita menjumpai manusia-manusia pada masa kini yang memandang wanita sebagai obyek kenikmatan, sarana kesenangan duniawi yang tidak lain sesungguhnya adalah obyek pemuas nafsu. Orang yang berpaham seperti ini mengawini wanita semaunya, bergonta-ganti pasangan. Mereka menganut paham sex bebas dan melakukan hubungan sex tanpa ikatan pernikahan sama sekali bahkan di Barat telah menjadi kebiasaan untuk bertukar pasangan atau melakukan pesta sex bersama..

Islam tampil untuk mendudukan wanita dalam posisi yang sebenarnya. Islam menentang praktek selibat atau membujang. Bahkan Rasulullah SAW mencap orang yang tidak mau menikah sebagai bukan pengikutnya. Islam memandang bahwa hasrat pria terhadap wanita adalah fitrah manusiawi. Namun Islam menentang penyaluran hasrat ini secara bebas tak terkendali, dan tanpa tanggung jawab. Dalam sex bebas, wanita akan dirugikan karena kaum pria tidak harus bertanggung jawab atas hasil perbuatannya. Sedangkan dalam Islam, penyaluran hasrat seksual harus diikuti dengan tanggung jawab, untuk itulah diwajibkan pernikahan.

MANUSIA CENDERUNG EKSTRIM

Demikianlah apabila manusia mengikuti pikirannya sendiri. Mereka menduga dan menyangka sistem yang mereka buat itu baik, namun kenyataan sistem tersebut tidak dapat berjalan dengan baik juatsru menimbulkan kepincangan di sana sini.

Kalau kita perhatikan, kebanyakan sistem yang dibuat dan dikarang oleh manusia, cenderung bersifat ekstrim. Di satu sisi kapitalisme sangat ekstrim menganut kebebasan individu, sementara di sisi lain komunisme sangat ekstrim mengekang kebebasan individu. Di satu sisi mereka menganut selibat dan menjauhi wanita sama sekali, sementara di sisi lain mereka menganut sex bebas. Islam berada pada posisi mendudukan segala sesuatu pada tempat yang semestinya dan tidak jatuh kepada salah satu kutub ekstrim tersebut.

Jika manusia bersikap sok tahu dan berusaha mereka-reka sistem dengan pikirannya sendiri maka akibatnya adalah kepincangan dan kerusakan di muka bumi. Mereka tidak menyadari bahwa setiap saat pikiran mereka bisa dipengaruhi oleh hawa nafsu. Mereka lepas dari satu hawa nafsu dan kemudian jatuh kepada hawa nafsu yang lain.

Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia benar-benar hendak menyesatkan orang lain dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. (Q.S. 6 : 119)

Padahal Allah sebagai pencipta manusia, tentunya lebih tahu apa yang sesuai bagi manusia. Allah lebih tahu daripada kita tentang kecenderungan manusia. Allah juga lebih tahu bagaimana mengelola dan mengendalikan hawa nafsu manusia.

Namun seringkali manusia lupa diri dan mengingkari kenyataan di atas. Manusia merasa lebih tahu tentang urusannya, dan seolah-olah Allah yang menurunkan Al-Qur’an itu tidak tahu mengenai urusan manusia. Padahal bila kita mau menengok sejarah dan memperhatikan dengan cermat semua fenomena kehidupan manusia, akan tampaklah betapa sejak dahulu kala manusia sudah berusaha mereka-reka sistem buatan mereka sendiri namun satu persatu sistem itu runtuh karena tidak sesuai dengan fitrah manusia.

Ini semua adalah contoh sifat pertengahan (wasathon) dari Islam. Dari sini kita bisa merasakan apabila ada sesuatu yagn bersifat berlebihan (ekstrim) dapat dipastikan bahwa itu bukan berasal dari Islam

Sumber: http://seteteshidayah.wordpress.com

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s