DISALOKASI KETAATAN

66. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul”.‎
‎67. Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).‎
68. Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”.‎
(QS. Al Ahzab)

Ini adalah penyesalan ahli neraka akibat salah meletakkan (disalokasi) ketaatan.

59. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah-nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kmudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS. an-Nisaa’)

Ini adalah perintah untuk mentaati para ulama dan umara. Untuk itu Allah berfirman: athii’ullaaHa (“Taatlah kepada Allah”), yaitu ikutilah Kitab-Nya. Wa athii’ur rasuula (“Dan taatlah kepada Rasul”), yaitu peganglah Sunnahnya. Wa ulil amri minkum (“Dan Ulil Amri di antara kamu,”) yaitu pada apa yang mereka perintahkan kepada kalian dalam rangka taat kepada Allah, bukan dalam maksiat kepada-Nya. Karena, tidak berlaku ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Allah. Sebagaimana dalam hadits shahih dikatakan : “Ketaatan itu hanya dalam hal yang ma’ruf.”

Ar-Rifq (Sifat Lemah Lembut) Perhiasan Seorang Muslim

Buletin Islam AL ILMU Edisi: 13/III/VIII/1431

Ar-Rifq adalah sifat lemah lembut di dalam berkata dan bertindak serta memilih untuk melakukan cara yang paling mudah. (Fathul Bari syarh Shahih Al Bukhari)

Sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk berhias dengan sifat yang sangat mulia tersebut, karena ia merupakan bagian dari sifat-sifat yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dengannya pula merupakan sebab seseorang dapat meraih berbagai kunci kebaikan dan keutamaan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki sifat lemah lembut, maka ia tidak akan bisa meraih berbagai kebaikan dan keutamaan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal ini kepada ‘Aisyah-istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ

Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut yang mencintai kelembutan dalam seluruh perkara.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Sebagaimana disebutkan pula dalam sebuah hadits:

مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ

“Orang yang dijauhkan dari sifat lemah lembut, maka ia dijauhkan dari kebaikan.” (HR.Muslim)

Keutamaan sifat Ar-Rifq

Sebagaimana telah diterangkan diatas bahwa sifat Ar-Rifq (lemah lembut) merupakan sifat yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan juga dengannya akan bisa meraih segala kebaikan dan keutamaan. Dengannya pula akan melahirkan sikap hikmah, yang juga merupakan sikap yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam berkata dan bertindak.

Dikisahkan dalam sebuah hadits bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamsedang duduk-duduk bersama para shahabat radhiyallahu ‘anhum di dalam masjid. Tiba-tiba muncul seorang ‘Arab badui (kampung) masuk ke dalam masjid, kemudian kencing di dalamnya. Maka, dengan serta merta, bangkitlah para shahabat yang ada di dalam masjid, menghampirinya seraya menghardiknya dengan ucapan yang keras. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka untuk menghardiknya dan memerintahkan untuk membiarkannya sampai orang tersebut menyelesaikan hajatnya. Kemudian setelah selesai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta untuk diambilkan setimba air untuk dituangkan pada air kencing tersebut. (HR. Al Bukhari)

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil ‘Arab badui tersebut dalam keadaan tidak marah ataupun mencela. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menasehatinya dengan lemah lembut:

Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk membuang benda najis (seperti kencing, pen) atau kotor. Hanya saja masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al Qur’an.” (HR. Muslim)

Melihat sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang demikian lembut dan halusnya dalam menasehati, timbullah rasa cinta dan simpati ‘Arab badui tersebut kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia pun berdoa: “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami berdua.” Mendengar doa tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa dan berkata kepadanya:

Kamu telah mempersempit sesuatu yang luas (rahmat Allah).” (HR. Al Bukhari dan yang lainnya)

(Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa doa Arab badui tersebut diucapkan sebelum ia buang air kecil. Wallahu a’lam) Continue reading

EMPAT KUNCI KEBAHAGIAAN 


Oleh : H Sulthon Abdillah
Setiap orang tentu ingin memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Rasululloh saw telah menyebutkan faktor-faktor dalam al hadits :
أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ اْلمَرْءِ أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً وَأَوْلاَدُهُ أَبْرَارًا وَخُلَطَائُهُ صًالِحِيْنَ وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِى بَلَدِهِ * رواه الديلمى

“Ada empat perkara dari kebahagiaan seseorang, yaitu : pasangan hidup yang sholihat, anak – anak yang baik / berbakti, pergaulaannya adalah dengan orang – orang yang sholeh dan rizkinya di negerinya sendir”i. (HR Dailami)
Dari hadits tersebut rasululloh saw mengemukakan empat faktor yang membuat manusia bahagia diantara sekian banyak faktor. Empat faktor itu adalah sebagai berikut :
1. ISTERI YANG SHOLIHAT
Kalau dunia ini adalah kesenangan maka kesenangan dunia yang paling pol adalah isteri yang solihat. Sabda rasululloh saw :
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ * رواه مسلم

Dunia ini adalah kesenangan. Dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah isteri yang sholihat.
Kalau dilihat dari manfaat atau faedahnya, seorang isteri yang sholihat itu peringkat kedua setelah ketaqwaan seseorang kepada Alloh.
مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللَّهِ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ إِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْهُ وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ * رواه ابن ماجة

Seorang mu’min tidak mendapat faedah yang lebih baik bagi dia setelah takwa kepada Alloh dari pada isteri yang sholihat yang apabila dia perintah maka isterinya taat, jika dia memandang maka isterinya menyenangkan, jika dia bersumpah maka isterinya memperbaikinya dan jika dia pergi maka isterinya berbuat baik padanya baik di dalam dirinya maupun hartanya.
Seorang isteri yang sholihat yang yang bisa mendukung suaminya dalam urusan akhirot adalah merupakan harta simpanan paling pol.
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ لَمَّا نَزَلَ فِي الْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ مَا نَزَلَ (وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ* التوبة 34) قَالُوا فَأَيَّ الْمَالِ نَتَّخِذُ قَالَ عُمَرُ فَأَنَا أَعْلَمُ لَكُمْ ذَلِكَ فَأَوْضَعَ عَلَى بَعِيرِهِ فَأَدْرَكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا فِي أَثَرِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَّ الْمَالِ نَتَّخِذُ فَقَالَ لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِينُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ اْلآخِرَةِ * رواه ابن ماجة
Alangkah bersyukurnya orang yang memiliki isteri yang sholihat. Adakalanya orang menjumpai isterinya sudah sholihat sejak dipersunting, bahkan yang membuat suaminya sholih adalah isterinya. Tapi adakalanya prosesnya bersama-sama ketika suami isteri sepakat memperdalam ilmu agama maka kedua-duanya menjadi sholih sholihat. Tapi adakalanya saat orang mempersunting seorang isteri dalam keadaan yang belum sholihat. Kalau kondisinya seperti ini maka seorang suami yang merupakan ro’in / kepala keluarga berkewajiban mendidik isterinya agar menjadi isteri yang sholihat. Yaitu dengan selalu menasihatinya dengan cara yang baik, lemah lembut. Karena pada dasarnya wanita itu diciptakan dari tulang yang bengkok yang tidak bisa serta merta bisa diluruskan, tapi melalui proses yang membutuhkan kesabaran.
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا * رواه مسلم كتاب الرضاع
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلاَدِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ* التغابون 14

Continue reading

Nasehat-nasehat indah Imam Syafi’i

Nasehat Imam Syafi’i, seorang ulama besar yang banyak melakukan dialog dan pandai dalam berdebat :
“Apabila orang bodoh mengajak berdebat denganmu, maka sikap yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi. Apabila kamu melayani, maka kamu akan susah sendiri. Dan bila kamu berteman dengannya, maka ia akan selalu menyakiti hati.”

Apabila ada orang bertanya kepadaku,“Jika ditantang oleh musuh, apakah engkau diam?”
Jawabku kepadanya: “Sesungguhnya untuk menangkal pintu-pintu kejahatan itu ada kuncinya. Sikap diam terhadap orang yang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan.”
“Apakah kamu tidak melihat bahwa seekor singa itu ditakuti lantaran ia pendiam? Sedangkan seekor anjing dibuat permainan karena ia suka menggonggong. Berkatalah sekehendakmu untuk menghina kehormatanku, toh diamku dari orang hina adalah suatu jawaban. Bukanlah artinya aku tidak mempunyai jawaban, tetapi tidak pantas bagi Singa meladeni anjing.”
“Orang pandir mencercaku dengan kata-kata jelek. Maka aku tidak ingin untuk menjawabnya. Dia bertambah pandir dan aku bertambah lembut, seperti kayu wangi yang dibakar malah menambah wangi.”
“AKU MAMPU BERHUJAH dengan 10 orang yang BERILMU, tetapi aku PASTI KALAH dengan SEORANG YANG JAHIL, karena orang yang jahil itu TIDAK PERNAH FAHAM LANDASAN ILMU.”
Maka dari itu, lebih baik kita MENGALAH saja dalam menghadapi orang yang jahil. Jika tidak, maka kita akan sama2 TURUT JAHIL. Maka DIAM saja itu PENYELAMAT, daripada diteruskan saling berbantahan yang TIADA KESUDAHAN.

Continue reading

Mengapa Memilih Islam? Bagaimana Jawaban Anda Sebagai Seorang Muslim?

Banyak orang yang memilih Islam karena merasa lebih rasional dan lebih cocok dengan hati nuraninya, tetapi tidak sedikit pula yang memilih Islam karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, “ikut-ikutan” pada pilihan orangtua yang sudah Islam lebih dulu. Walaupun mengikuti tradisi (asal tradisi yang baik) akan berdampak yang baik juga, namun karena Allah SWT sudah memberikan potensi akal dan nurani kepada manusia, maka akan lebih baik jika kedua potensi tersebut disyukuri dengan cara memaksimalkan penggunaanya sesuai keinginan Sang Maha Pemberi dan Pengatur, yakni Allah SWT.
Tulisan ini mencoba memaparkan kenapa Islam harus dijadikan sebagai pilihan hidup. Namun sebelum membahas persoalan kenapa Islam yang harus dipilih, maka terlebih dahulu akan dijelaskan makna Islam.
Secara bahasa, اسلام berasal dari kata سَلَم /سِلْم yang berarti selamat (as-salām), damai dan tentram, (al-shulhu wa al-amān), berserah diri (al-istislām), tunduk (al-khudlū’/al-id’zān), patuh (al-thā’ah). Jadi, Islam berarti keselamatan dan kedamaian karena berserah diri hanya kepada Allah SWT yang tidak ada Tuhan selain Dia. Sedangkan Islam menurut istilah adalah dīn atau agama yang bersumber dari Allah SWT yang di bawah melalui para Rasul-Nya, sejak Nabi pertama: Adam as hingga Nabi terakhir: Muhammad saw untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di akihirat.
Namun karena agama – agama samawi (langit) sudah dirubah oleh manusia sehingga tidak orisinil lagi maka istilah Islām hanya ditujukan kepada apa yang dibawah oleh Nabi Muhammad saw yakni sesuatu yang diturunkan Allah SWT di dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah yang sahih berupa aturan yang berisi perintah, larangan dan petunjuk untuk kemasalahatan manusia di dunia maupun di akhirat kelak. (Lihat himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, Kitab Masalah Lima, hlm 278).
Bagi orang yang beriman dan berbekal(berilmu), tentu ada alasan kenapa Allah SWT sampai menegaskan:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam” (Q.S. Ali Imran/3: 119 )
Di antara alasan kenapa Islam satu-satunya yang dianggap sebagai dīn di sisi Allah SWT sehingga pantas dijadikan sebagai pilihan hidup adalah karena:
1. Islam adalah ajaran Rabbāniyyah (Ketuhanan)
Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw dirancang oleh Allah SWT untuk mengatur hidup manusia demi terciptanya kemaslahatan hidup di dunia maupun diakhirat. Tetapi mustahil hal ini dapat dicapai tanpa memperbaiki hubungan dengan Allah SWT karena akhirnya seluruh manusia akan kembali dan menuju kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ
“Hai manusia, Sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh – sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya” (Q.S. Al-Insyiqaq/84: 6).
Untuk menuju kepada Allah SWT, maka manhaj (metode) yang digunakan haruslah menhaj rabbāni yang murni bersumber dari Allah SWT yang dirisalahkan kepada Rasul-Nya yang terakhir: Nabi Muhammad saw. Murni yang dimaksud di sini adalah ajaran Islam selamat dari penyimpangan dan percampuradukan dengan spekulasi-spekulasi pemikiran manusia, yakni murni sumbernya, murni aqidahnya dan murni syari’atnya. Allah SWT telah menjamin kemurnian sumber ajaran-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (Q.S. Al-Hijr/15: 9).
Hanya Al-Qur’an satu-satunya Kitab Suci dari Allah SWT yang masih terpelihara dari perbuatan akibat ulah “jahil” manusia. Kesucian Al-Qur’an dapat terjaga karena memang ada jaminan penjagaan dari Allah SWT. Siapapun -termasuk Nabi seklipun- tidak memiliki wewenang dan kemampuan membuat Al-Qur’an. Allah SWT mengancam Nabi jika berani memalsukan Al-Qur’an. Allah SWT berfirman: “Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan sebagian Perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang Dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya” (Q.S. Al-Haaqqah/68: 43-46)
 
2. Islam adalah ajaran Insaniyyah
Jika kita merenungkan aya-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, memikirkan tema-temanya dan fokus perhatiannya, maka kita akan berkesimpulan bahwa Al-Qur’an itu diturunkan sebagai pedoman hidup untuk manusia. Itulah sebabnya penyebutan manusia di dalam Al-Qur’an disebut berulang kali dengan berbagai istilah seperti: al-Insān sebnyak 63 kali, al-Nās sebanyak 240 kali, Bani Adam sebanyak 6 kali, dan basyar sebanyak 25 kali. Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun saja (Q.S. Al-Alaq: 1-5) kata al-insān di sebut 2 kali.
Selain itu, sosok Nabi yang dikirmkan Allah SWT sebagai teladan dan pemberi kabar untuk umat manusia dari kalangan manusia. Perjalanan hidupnya (biografinya) tercatat dalam sejarah ummat manusia, yang menunjukkan keberdaanya tak terbantahkan oleh sejarah. Dalam banyak kesempatan, Al-Qur’an selalu memperkuat unsur kemanusian Nabi Muhammad saw, seperti:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa“. (Q.S. Al-Kahfi/18: 110).
Karena Nabi Muhammad saw juga manusia biasa, maka Beliau pantas menjadi teladan bagi semua manusia. (Qs. Al-Ahzab/33: 21).
Hal yang lain adalah rangkaian ibdah mahdlah yang hanya berhubungan langsung dengan tuhan, ternyata selalu dikaitkan dengan perhatian terhadap aspek kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Hal ini bisa kita lihat pada kewajiban shalat yang dikaikan dengan pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar (Q.S Al-Ankabut/29: 45), atau kecelakaan bagi orang yang shalat tapi hanya sekedar formalitas belaka dan enggan memberikan bantuan (Q.S. Al-Maun/107: 4-7).
Demikian pula kewajiban zakat / shadaqah yang di samping bertujuan untuk penyucian jiwa dan harta, juga sekaligus untuk menggembirakan orang lain dengan membebaskan/meringankan penderitaan orang lain dari himpitan kefakiran. Ibadat puasa dan hajipun di samping berdimensi ketuhanan juga sekaligus berdimensi kemanusiaan.
Ini menunjukkan bahwa Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan al-Sunnah benar-benar ditujukan untuk manusia sehingga ajarannya disesuaikan dengna fitrah dan kemampuan manusia. Karena Allah SWT Maha Pencipta dan Maha Mengetahui detail keadaan ciptaan-Nya, sehingga dīn al-Islām sebagai syariat/aturan Allah SWT untuk manusia disesuaikan dengan keadaan hamba-Nya.
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Q.S. Al-Baqarah/2: 286).
Islam mengakui adanya nafsu sex yang dimiliki manusia tetapi bukan untuk dikekang seperti para romo/pastur dan biksu yang tidak menikah (Q.S. Al-Hadid/57: 27)  dan mereka mengada-adakan rahbāniyyah, dan bukan pula untuk diumbar secara secara bebas seperti kaum hedonis. Tetapi nafsu haruslah dikuasai agar bisa dikendalikan dan disalurkan di tempat yang dibenarkan Syar’i, dan bukan sebaliknya, nafsulah yang mengendalikan kita.
Sebagai agama fitrah, Islam pun menyadari bahwa sebagian manusia menyenangi perhiasan dan membolehknanya untuk dimanfaatkan selama poporsional dan tidak berlebihan dalam timbangan agama (Q.S. 7: 31-32).
Sebelum dunia mengenal HAM, 14 abad yang silam, Islam datang dengan mendeklarasikan bahwa manusia mempunyai hak yang harus dijaga, sebagaimana dia mengemban kewajiban yang harus dilaksanakan (lihat juga inti Piagam madinah). Di antara hak tersebut antara lain:
a. Hak hidup manusia
Islam memandang hidup sebagai karunia dari Allah SWT di mana tidak ada seorang yang boleh merampasnya. Seorang tuan tidak boleh mermpas hak hidup budaknya, pemerintah tidak boleh merampas hak hidup rakyatnya, dan orang tua tidak boleh merampas hak hidup anaknya. Oleh karenanya, Allah SWT melarang membunuh anak wanita karena malu (Q.S. At-Takwir/81: 8-9) dan membunuh anak karena takut miskin (Q.S. Al-Isra’/17: 31).
Dalam hak hidup, Islam tidak membedakan antara orang yang merdeka atau budak, bahkan sampai pada janin yang masih ada dalam kandungan mempunyai hak untuk dihormati, tidak boleh digugurkan, meskipun dia dari hasil perbuatan haram. Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup umat manusia, Islam mensyri’atkan hukum qhishāsh bagi orang yang membunuh dengan secara sengaja, tanpa alasan dan prosedur yang benar. Allah berfirman:
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan dalam qishāsh itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah/2 : 179).
Di sini Islam lebih memilih mengorbankan seseorang yang memang bersalah (karena membunuh) agar orang banyak bisa lebih aman karena terlindungi hak hidupnya dan agar mereka bisa mengambil pelajaran supaya tidak dengan gampang merampas hak hidup orang lain.
Penghormatan kepada hak hidup setiaap insan lebih dipertegas lagi oleh Allah dalam firman-Nya:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seakan-akan Dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” (Q.S. Al-Maidah/5: 32).
b. Hak meyakini sebuah agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang diyakininya.
Meskipun Islam diyakini sebagai satu-satunya dīn yang paling benar dan diridhai oleh Allah SWT, namun dalam menyampaikan Islam, tidak boleh dengan pemaksaan لا اكراه في الدينtidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) Q.S. Al-Baqarah/2: 256(. Oleh karenanya, keyakinan pada suatu agama dan pelaksanaan ritual keagamaanya harus berjalan sendiri-sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun “bagimu agamamu dan bagiku agamaku” (Q.S. Al-Kafirun/109: 6). Bahkan jika mayoritas umat Islam berkuasa di suatu wilayah, mereka diwajibkan memberikan perlindungan kepada pelaksanaan ibadah agama lain. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا
Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah” (Q.S. Al-Hajj/22: 40).
Hal inilah yang kemudian mengilhami munculnya Piagam Madinah yang disusun oleh Nabi saw bersama para sahabatnya yang berisi deklarasi hak asasi manusia. Inti Piagam Madinah tersebut adalah masing-masing merdeka mengerjakan agamanya dan tidak boleh saling mengganggu, serta wajib saling menjaga dan membantu keamanan antara mereka.
c. Hak kemuliaan dan penjagaan kehormatan
Islam mengharamkan menginjak-nginjak kehormatan manusia sebagaimana mengharamkan darah dan harta benda. Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada kalian darah, kehormatan dan harta kalian.” (H.R. Bukhari Muslim).
Untuk itu manusia tidak boleh disakiti baik secara fisik maupun nonfisik, misalnya dengan mempermalukan/merendahkan harga dirinya, mengumpat, mencela, memberikan gelar yang jelek, ghibah dan semacamnya. (Q.S. Al-Hujurat/49: 11-12).
d. Hak hidup berkecukupan
Di dalam ajaran Islam, jika ada seorang muslim memilik pendapatan tidak memadai, maka kerabat yang berkecukupan berkewajiban untuk membantunya. Allah SWT berfirman: orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. (Q.S. Al-Anfal/7: 75).
Jika tidak ada kerabat yang berkecukupan, maka harus diambil dari zakat kaum muslimin yang lain, sampai tercukupi kebutuhan hidupnya. Kata Umar ra. : اذا اعطيتكم فاغنوا (jika anda memberi, maka cukupkanlah).
3. Islam adalah Ajaran Universal
Islam itu universal (syumūl) yang meliputi semua zaman, kehidupan dan eksistensi manusia. Islam adalah risalah semua zaman. Islam adalah risalah yang dibawa para nabi sejak Nabi Adam as. Sampai nabi terkahir yakni Nabi Muhammad saw. Yang misinya adalah menyerukan kepada tauhidullah dan menjauhi thagut. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghutitu.” (Q.S. Al-Nahl/16: 36).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Continue reading

Umat meninggalkan al-Qur’an, akibatnya?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Berkatalah Rasul:”Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini sesuatu yang tidak diacuhkan”. (QS. al-Furqan: 30)

Ada beberapa bentuk meninggalkan al-Quran. Setiap bentuk memiliki perbedaan kadarnya dengan yang lainnya, sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah.

Adapun bentuk-bentuk meninggalkan al-Quran sebagai berikut.

Pertama, tidak mau mendengarkannya, mengimaninya, dan memerhatikannya. Hal itu telah menyelisihi perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Dan, apabila dibacakan Al-Quran, dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-A’raaf: 204).

Kedua, tidak mengamalkannya dengan tidak memerhatikan apa yang telah dihalalkan dan diharamkannya walaupun ia membacanya dan mengimaninya. Padahal, dalam ayat yang disebutkan di atas, al-Quran adalah petunjuk ke jalan yang lurus. Berarti, jika tidak melaksanakan al-Quran, kesesatan menjadi sebuah kepastian. Continue reading

Allah’s Will and Human Choice

sujud

In the Name of Allah the Most Gracious, the Most Merciful
Allah’s Will encompasses human will:
Everything happens according to Allah’s Predestination and Will, and the Will of Allah will be definitely put into action, while man has no will except what has been predestinated for him. Thus, whatever Allah has predestinated will occur and whatever is against His Will never occurs. Actually, the entire Universe belongs to Allah, so nothing happens against His Will, and no-one, no matter how powerful, has the capability to do anything against His Will.
As regards the above it has been said:

Everything happens according to the Will of Allah, and whatever Allah wants will definitely occur, and Allah’s Will is related to the ultimate wisdom, and the ultimate wisdom is related to the absolute goodness

Continue reading

Setiap Muslim Akan Menghadapi Ujian Dan Cobaan

shalat-sambil-duduk

Oleh
Ustadz Sa’id Yai, Lc

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu benar-benar akan mendengar dari orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan [Âli ‘Imrân/3 : 186]

SEBAB TURUNNYA
Ayat ini diturunkan berhubungan dengan kisah yang terjadi di pemukiman al-Hârits bin al-Khazraj (Madinah) sebelum perang Badar. Kaum Muslimin ketika itu sedang berkumpul dengan kaum musyrikin dan orang-orang Yahudi. Datanglah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke tempat itu dan memberi salam. Di majlis tersebut, ada ‘Abdullâh bin Ubai bin Salûl, dia berkata, “Janganlah kalian mengotori kami!” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengajak mereka untuk masuk ke dalam Islam dan membacakan al-Qur’ân kepada mereka. ‘Abdullâh bin Ubai menyahut, “Wahai lelaki! Apa yang engkau katakan bukanlah sesuatu yang bagus. Jika itu adalah sesuatu yang haq, maka janganlah kamu mengganggu kami dengan perkataan itu! Kembalilah ke hewan tungganganmu! Barang siapa mendatangimu, maka ceritakanlah perkataan itu!”

Continue reading

MEYAKINI TAKDIR ALLAH SWT

Segala sesuatu yang terjadi adalah sesuai dengan ketentuan qadha dan qadar Allah. Percaya pada Qadha dan Qadar adalah meyakini bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak akan pernah ada dan tidak akan pernah terjadi tanpa sepengetahuan, izin dan ketentuan Allah SWT.

water
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah
(Al Quran surah Al Hadiid ayat 22)

Perhatikan firman Allah SWT berikut ini : Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal.” (Al Quran surah At-Taubah ayat 51)

Ketahuilah bahwa apa yang telah ditakdirkan Allah menimpa kita atau terjadi pada kita, maka pasti tidak akan pernah luput. Sedangkan apa yang tidak Allah kehendaki terjadi menimpa kita, maka tidak akan pernah terjadi.
Ketahuilah bahwa seandainya seluruh makhluk berkumpul untuk memberikan manfaat kepada kita niscaya mereka tidak akan mampu memberikannya, selain yang telah ditetapkan Allah bagi kita. Dan, seandainya mereka semua berkumpul untuk mencelakakan kita, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakan kita selain yang telah ditetapkan Allah atasmu.
Allah berfirman, yang artinya; “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al Quran surah Al-Baqarah ayat 216)
Menerima ujian kesulitan dengan ikhlas adalah salah satu dari meyakini takdir Allah SWT.

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (Al Quran surah Al Baqarah ayat 155)

Karena ujian atau cobaan bagi seseorang mukmin adalah kebaikan, seperti sabda Nabi Muhammad saw “Sungguh unik perkara orang mukmin itu, semua perkaranya adalah baik. Jika mendapat kebaikan ia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika ditimpa musibah ia bersabar, maka itupun sebuah kebaikan baginya. Dan ini hanya akan terjadi pada orang mukmin. (HR. Muslim)

Sumber: Jalandakwah

 

Cara Berdakwah yang Baik ( Tafsir Surat an-Nahl [16]: 125)

convey-the-messageOleh MR Kurnia
]ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ[
Serulah (manusia) ke jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dialah Yang Mahatahu tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah Yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS an-Nahl [16]: 125).
Pendapat Para Ahli Tafsir
1. Tafsir al-Jalâlayn[1]
Serulah (manusia, wahai Muhammad) ke jalan Rabb-mu (agama-Nya) dengan hikmah (dengan al-Quran) dan nasihat yang baik (nasihat-nasihat atau perkataan yang halus) dan debatlah mereka dengan debat terbaik (debat yang terbaik seperti menyeru manusia kepada Allah dengan ayat-ayat-Nya dan menyeru manusia kepada hujah). Sesungguhnya Rabb-mu, Dialah Yang Mahatahu, yakni Mahatahu tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia Mahatahu atas orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Hal ini terjadi sebelum ada perintah berperang. Ketika Hamzah dicincang dan meninggal dunia pada Perang Uhud turunlah ayat berikutnya.

2. Tafsir al-Quthubi[2]
Ayat ini diturunkan di Makkah saat Nabi saw. diperintahkan untuk bersikap damai kepada kaum Quraisy. Beliau diperintahkan untuk menyeru pada agama Allah dengan lembut (talathuf), layyin, tidak bersikap kasar (mukhâsanah), dan tidak menggunakan kekerasan (ta’nîf). Demikian pula kaum Muslim; hingga Hari Kiamat dinasihatkan dengan hal tersebut. Ayat ini bersifat muhkam dalam kaitannya dengan orang-orang durhaka dan telah di-mansûkh oleh ayat perang berkaitan dengan kaum kafir. Ada pula yang mengatakan bahwa bila terhadap orang kafir dapat dilakukan cara tersebut, serta terdapat harapan mereka untuk beriman tanpa peperangan, maka ayat tersebut dalam keadaan demikian bersifat muhkam. Wallâhu a’lam. Continue reading