Warning ! Jangan Ditiru
Baiti Jannati. Proses menuju pernikahan kakakku terbilang cepat.
Setelah cocok ketika membaca biodata, langsung nadzor, sekaligus ta’aruf plus pinangan.
Memberi deadline kepada akhwat hanya tiga hari. Ya atau Tidak.
Ternyata jawabannya Ya. Seminggu kemudian menikah.
Saat ta’aruf merupakan saat-saat untuk mengenalkan diri, dan mengenali
calon pasangan hidup. Makanya di sana terlontar kata-kata yang mungkin sangat pribadi_
atau bahkan yang dianggap sepele. Seperti “saya orangnya egois, saya ngga suka pedes, bla bla bla. . . “
Saat ta’aruf juga merupakan saatnya bertanya.
Waktu kakakku ta’aruf, katanya [saya tidak menemani], ditanya oleh akhwat.
“Nanti kalau sudah nikah, tinggalnya di mana?”
Kontan dijawab. “Di rumah kontrakan aja.” Akhwat yang kini jadi Tetehku bersedia
untuk tinggal di rumah kontrakan setelah nikah nanti.
Menikah di Boyolali, seminggu kemudian pulang kembali di tempat kerja di Cikarang.
Perjalanan naik bus memakan waktu cukup panjang. Tibalah di Cikarang subuh-subuh.
Keduanya langsung ke Masjid. Menunaikan sholat shubuh. Kemudian istirahat sejenak di sana.
Matahari terbit. Inilah saat yang ditunggu-tunggu. Ingin segera istirahat.
“Abi, mo kemana?” tanya Teteh, “Kontrakannya di mana?”
“Tunggu sebentar di sini ya. Abi mau cari kontrakan dulu.”
[eyalah . . . kirain sudah ada rumah kontrakannya. masih harus nyari juga!]
Beruntung, 2 jam kemudian sudah mendapatkan rumah kontrakan.
[Abi . ..abi . . .jadi orang ya jangan kebangetan . . .(sambil senyum-senyum) ]
* sesuai cerita Teteh dan kakakku.
Sumber : http://karomatan.multiply.com/journal/item/210/tinggal_di_kontrakan_warning_jangan_ditiru